Khotbah: Berbahagialah Orang Yang Miskin Di Hadapan Allah

Khotbah: Berbahagialah Orang Yang Miskin Di Hadapan Allah
Matius 5:3

Pengajaran yang Yesus sampaikan dalam Matius 5-7 disebut juga dengan Khotbah di Bukit. Hal ini merupakan pengajaran yang Yesus sampaikan kepada orang-orang yang mengikut-Nya (Matius 4:18-25).
Tuhan menginginkan agar setiap orang yang mengikut-Nya mengalami pembaharuan di dalam seluruh aspek, misalnya konsep nilai, pemahaman teologi, dsb. Dengan demikian, setiap pengikut-Nya menjadi orang yang serupa dengan-Nya. Matius 5:3, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” merupakan pengajaran yang mengubah paradigma para murid tentang kebahagiaan.

KEBAHAGIAAN DAN KEMISKINAN?
Tuhan Yesus mengaitkan “kebahagiaan” dengan “miskin.” Ini adalah hal  yang sangat sulit untuk bisa dipahami karena manusia pada umumnya mengaitkan kebahagiaan dengan kekayaan. Namun, benarkah demikian? Apakah kekayaan bisa menjamin kebahagiaan? Atau sebaliknya, apakah kemiskinan bisa menjamin kebahagiaan? Hal ini membawa kita pada perenungan bahwa ada yang dimaksud dengan berbahagia? Apakah yang dimaksud dengan miskin?

BERBAHAGIALAH
Kata ini berasal dari kata makarios  yang secara sederhana berarti Tuhan memberikan kebaikan-Nya kepada umat-Nya yang tidak layak untuk menerimanya. Karena itu, kata ini lebih tepat diterjemahkan “diberkatilah.”
Dengan demikian, kebahagiaan tidak dapat dilepaskan dari Allah. Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan atau berkat, maka ia harus memiliki relasi yang benar dengan Allah.

MISKIN DI HADAPAN ALLAH
Bahasa Yunani yang digunakan untuk miskin adalah ptochos yang artinya adalah “miskin dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa atau melarat.” Dengan kata lain, hidupnya bergantung dari belas kasihan orang. Jika tidak ada yang menolongnya, maka ia akan sengsara.  Dengan menggunakan konsep ini, Tuhan Yesus menyatakan bahwa orang yang miskin di hadapan Allah adalah orang yang betul-betul tidak memiliki apa-apa “yang bisa diperlihatkan kepada Allah,” dan hidupnya sangat bergantung pada pertolongan Allah. Dengan rendah hati, ia mengakui kegagalan dan ketidakberdayaannya, dan dengan rendah hati pula, ia memohon anugerah dan belas kasihan Allah. John Calvin berkata “hanya dia yang menganggap dirinya tak berarti sama sekali di mata Tuhan, lalu semata-mata bergantung pada anugerah Tuhan, hanya orang seperti itulah yang miskin di hadapan Tuhan.”
Ada beberapa kisah di Alkitab yang bisa menjelaskan tentang hal ini. Misalnya, Lukas 18 tentang perumpamaan Pemungut Cukai dan Orang Farisi yang berdoa di Bait Allah. Orang Farisi tersebut berdoa dengan memperlihatkan kebaikan-kebaikan yang dimilikinya, sedangkan pemungut cukai tersebut menyadari ketidaklayakannya, sehingga ia mengaku sebagai orang berdosa dan memohon pengampunan. Tuhan Yesus berkata bahwa pemungut cukai tersebut pulang sebagai orang yang dibenarkan. (lih. Matius 21:31-32; Lukas 7:36-50).
Memang mengakui diri sebagai orang yang salah, berdosa dan gagal adalah tindakan yang “memalukan.” Kita akan merasa bahwa “harga diri” kita diinjak-injak atau direndahkan. Namun, pengakuan merupakan langkah awal untuk pemulihan.

EMPUNYA KERAJAAN SORGA
Jika kita memperhatikan konteks perkataan Tuhan Yesus ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa kerajaan sorga yang dimaksud di ayat ini bukanlah kerajaan sorga secara jasmani, melainkan rohani. Artinya, kerajaan sorga menyatakan pemerintahan Allah yang penuh dengan kebenaran, damai sejahtera dan sukacita (Roma 14:17). Dengan demikian, Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena mereka beroleh anugerah dari Allah untuk bisa masuk ke dalam pemerintahan Allah dan mengalami berkat-berkat pemerintahan-Nya.

Dengan demikian, untuk memiliki kehidupan Kristen yang berbahagia/diberkati oleh Allah adalah dengan cara menyadari dan mengakui keberadaan diri yang sangat tidak mampu dan tidak layak untuk berdiri di hadapan Allah, dan hanya memohon dan bergantung penuh pada belas kasihan Allah.


Komentar

  1. Bersrti miskin di hadapan Allah sama dgnorg yg tidak berdaya shg menggantungkan seluruh hdpnya tertuju pd Allah.bg mn dgn org kaua di hadapan Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini berbicara keadaan hati bukan materi, jadi tidak ada hubuannya dengan kekayaan atau kemiskinan jasmani.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khotbah - Zakheus - Hidup yang diubahkan Kristus

Ringkasan Khotbah: AJARKAN MEREKA MENGASIHI ALLAH (Keluarga)

Ringkasan Khotbah - Yesus Lebih Tinggi dari Segalanya (Ibrani 1:1-4)