Family Devotion - Bangunlah Keintiman dengan Allah

FAMILY DEVOTION – Building A Strong Family

Bangunlah Keintiman dengan Allah!

“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”
(Yohanes 15:5)

     Melalui perumpamaan tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya di atas, Tuhan Yesus menegaskan tentang kebergantungan ranting pada pokoknya. Ranting-ranting tersebut haruslah menempel pada pokoknya. Jika ranting tersebut putus, maka ranting itu akan segera mati. Tidak berguna. Hanya dengan menempel pada pokoknya, maka ranting bisa hidup dan bisa menghasilkan buah. Hal serupa juga terjadi dalam relasi kita dengan Kristus. Tuhan Yesus berkata bahwa “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
     Mari kita perhatikan pesan Tuhan Yesus ini: jika kita “tinggal di dalam” Kristus maka kita bisa “berbuah banyak,” tapi jika kita berada “di luar” Kristus, maka kita tidak dapat berbuat apa-apa. Ini adalah konsekuensi logis, sebagaimana yang disebutkan dalam gambaran tentang pokok dan ranting di atas. Karena itu, untuk mencapai kerinduan hati kita, yakni membangun keluarga yang bahagia, harmonis dan kokoh, kita harus membangun keintiman dengan Allah.
     Hal ini tentunya menyadarkan kita bahwa dalam menjalankan peran sebagai seorang suami atau istri dan sebagai orang tua, kita sangat membutuhkan Tuhan. Tuhan merupakan inisiator dan desainer pernikahan-keluarga, dan Tuhan mempunyai rencana untuk setiap pernikahan dan keluarga. Kata “tinggal” digambarkan seperti “rumah” atau “berada di dalam rumah.” Itu berarti, setiap pasangan suami-istri atau setiap orangtua hendaknya berdiam di dalam Tuhan, sehingga bisa mengerti dan mengenal rencana dan kehendak Tuhan bagi pernikahan-keluarga mereka. Ini merupakan sesuatu yang tidak bisa diabaikan oleh setiap suami-istri atau orang tua.
     Ada orang yang ingin memiliki “buah yang baik” dari pernikahan atau keluarga mereka, tapi mereka mengabaikan relasi dengan Tuhan, maka hal itu adalah sia-sia. Tidak akan mungkin bisa terjadi. Seperti ranting yang terputus dari pokoknya, tidak akan mungkin bisa menghasilkan buah. Buah hanya bisa dihasilkan bila ranting tersebut terkoneksi dengan pokoknya, dan dari situlah mengalir “kehidupan.” Jika kita tidak terkoneksi dengan Tuhan, maka kita tidak akan bisa menghasilkan buah.
     Jika demikian, muncul satu pertanyaan: pernikahan-keluarga yang seperti apakah yang dibangun oleh orang yang mengabaikan relasi dengan Tuhan? Tentu saja pernikahan-keluarga “seperti yang saya inginkan,” bukan “seperti yang Tuhan inginkan.” Artinya, kita akan membangun pernikahan-keluarga menurut pemikiran dan keinginan kita sendiri. Seminar-seminar parenting dan kepribadian dianggap bisa “membantu” seseorang untuk melakukannya. Faktanya, walaupun hal-hal itu bisa memperlengkapi kita, kita masih belum melibatkan Tuhan dan kita belum membangun pernikahan-keluarga seperti yang Allah rencanakan. Jadi, betapa pentingnya setiap pribadi membangun keintiman dengan Allah.
     Namun, kita berhadapan dengan salah satu fakta yang membuat hal ini sulit untuk kita lakukan, yakni kesibukan yang kita hadapi setiap hari. Salah satu pepatah yang perlu kita perhatikan adalah “Jika tidak bisa membuat orang Kristen berbuat dosa, maka buatlah mereka sibuk dengan berbagai aktivitas mereka. Jika mereka sibuk, maka mereka tidak memiliki waktu untuk membangun keintiman dengan Allah. Jika demikian, maka mereka akan jatuh ke dalam dosa dengan gampang.” Karena itu, kita perlu memperlambat tempo hidup kita sehingga kita memiliki waktu untuk mendengarkan suara Allah. Waktu yang teduh ini menjadi kesempatan bagi kita untuk tetap “tinggal di dalam Dia” sehingga kita mendapatkan lagi arahan dari Allah untuk kehendak dan langkah kita ke depan.
Tentu saja ini bukan sekedar memiliki waktu saat teduh yang teratur setiap pagi, melainkan terus menerus di sepanjang hari. Bangunlah terus persekutuan dengan Allah. Berjalan terus dengan Allah. Jangan pernah abaikan Allah. Jangan pernah meremehkan keintiman kita dengan Allah. Justru di situlah terletak kekuatan dan pondasi kita.


Refleksi:
1. Bagaimana perjalanan iman dan pernikahan-keluarga Saudara selama ini? Apakah Saudara dapat merasakan karya dan campur tangan Allah dalam seluruh aspek hidup Saudara, termasuk pernikahan-keluarga?
2. Bagaimana keintiman Saudara dengan Tuhan selama ini? Apakah Saudara sudah “tinggal di dalam Dia” secara terus menerus?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khotbah - Zakheus - Hidup yang diubahkan Kristus

Ringkasan Khotbah: AJARKAN MEREKA MENGASIHI ALLAH (Keluarga)

Ringkasan Khotbah - Yesus Lebih Tinggi dari Segalanya (Ibrani 1:1-4)