Ringkasan Khotbah: Membangun Pernikahan-Keluarga Kristen

MEMBANGUN PERNIKAHAN-KELUARGA KRISTEN
MATIUS 7:24-27

Sebagai orang percaya, kita bukan sekedar menikah secara Kristen tapi kita harus membangun pernikahan/keluarga Kristen. Membangun pernikahan/keluarga Kristen berarti melibatkan Tuhan dalam seluruh proses persiapan, pelaksanaan dan kelanjutan pernikahan/keluarga tersebut. Tuhan menjadi Pribadi utama di dalamnya. Dengan demikian, firman Tuhan menjadi dasar dan arah pembangunan keluarga.
Perikop yang kita baca merupakan pesan Tuhan Yesus yang penting bagi kita. Dia mengajak kita untuk melihat bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensi: mendengar dan melakukan firman Tuhan disebut sebagai orang bijaksana yang membangun rumah di atas batu; atau mendengar tapi tidak melakukan firman Tuhan disebut sebagai orang bodoh yang membangun rumah di atas pasir. “Bodoh” atau “bijaksana” tidak berkaitan dengan kemampuan akademik seseorang, tapi mengenai ketaatan: mengetahui kebenaran tapi melakukan atau tidak melakukan firman tersebut.
Tuhan Yesus pun mengingatkan bahwa hal ini sangat penting untuk diperhatikan mengingat kita menghadapi berbagai pergumulan (ay. 25 dan 27). Baik orang “bijaksana” maupun orang “bodoh” mengadapi pergumulan yang sama. Tidak ada perbedaan. Yang membedakan adalah apakah taat atau tidak taat (rubuh atau tidak rubuh).
Dengan menggunakan ilustrasi pembangunan rumah, maka kekuatan sebuah rumah dipengaruhi oleh pondasinya. Demikian juga, kekuatan kita pun dipengaruhi oleh pondasi kita. Selanjutnya, kekuatan pondasi ini akan mempengaruhi kekuatan pada bangunan yang  berada di atasnya. Ini merupakan gambaran penting untuk kita agar memperhatikan pondasi kerohanian kita, dan yang tentu saja juga mempengaruhi aspek-aspek kehidupan kita lainnya (Bdk. Markus 7:20-23, “…sebab dari dalam, dari hari orang, timbul segala pikiran jahat….”)
Akan tetapi, taat melakukan firman Tuhan tidaklah mudah, dan akibatnya, tidak mudah pula untuk membangun pernikahan atau keluarga Kristen. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya:
1. Sulitnya menghadapi “kedagingan” yang ada di dalam diri kita.
Kedagingan merupakan salah satu faktor yang mempersulit kita untuk taat. Selain itu, juga mempengaruhi kehidupan keluarga kita.

2. Sulitnya membangun relasi yang mendalam dengan semua anggota keluarga.
Perintah Tuhan untuk “mengasihi sesama” bukanlah perintah yang gampang dilakukan. Salah satu faktornya adalah sifat egois yang sangat dominan di dalam diri kita. Sifat ini mendorong kita untuk mementingkan diri sendiri, dan “mengabaikan” kepentingan anggota keluarga yang lainnya. Agar kita bisa taat pada perintah ini, hendaknya kita belajar untuk saling mengerti kebutuhan masing-masing. Dengan cara ini, kita bisa mendekatkan diri seluruh anggota keluarga dan membangun keintiman.

3. Sulitnya membangun dan mengembangkan relasi dengan Tuhan.
Berbagai kesibukan yang kita hadapi telah menghabiskan banyak waktu sehingga kita tidak memiliki waktu untuk membangun dan mengembangkan keintiman dengan Allah. Akibatnya, kita tidak taat pada perintah Allah untuk mengasihi-Nya.
Tuhan Yesus sudah menegaskan bahwa “…di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:5). Ini mengingatkan kita bahwa relasi dengan Allah tidak dapat ditawar-tawar lagi. C. S. Lewis mengatakan: “Allah tidak dapat memberikan kita kebahagiaan dan kedamaian jika kita terpisah dari-Nya, karena di luar Dia tidak ada kebahagiaan dan kedamaian.” Dengan demikian, walau pun sulit, maka kita harus membangun keintiman dengan Allah.

4. Sulitnya memperlengkapi diri dengan pemahaman dan pengenalan firman Tuhan.
Jika pemahaman teologi kita benar, maka kita bisa tahu bahwa yang kita lakukan benar. Namun, jika pemahaman teologi kita salah, maka kita pastilah melakukan sesuatu yang salah. Tanpa kita sadari, kita telah diajari oleh berbagai pihak, terutama orangtua, tentang berbagai pengajaran, termasuk pengajaran yang salah.
Untuk mengubah hal-hal yang menyimpang tersebut maka kita diperintahkan oleh Tuhan untuk mempelajari kebenaran firman Tuhan. Jangan biarkan diri kita sendiri dikuasai oleh pengajaran yang palsu, sehingga membuat keluarga kita pun menghidupinya. Sebaliknya, berikan diri untuk terbuka kepada kebenaran Tuhan dan dimuridkan oleh Tuhan.

Tuhan Yesus menyelamatkan kita dan memuridkan kita (Mrk. 1:17). Dia pun memberikan panggilan pada kita untuk membangun pernikahan dan keluarga. Karena itu, hendaklah kita pun membawa pasangan dan anak-anak kita untuk mengalami pemuridan dari Tuhan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khotbah - Zakheus - Hidup yang diubahkan Kristus

Ringkasan Khotbah: AJARKAN MEREKA MENGASIHI ALLAH (Keluarga)

Ringkasan Khotbah - Yesus Lebih Tinggi dari Segalanya (Ibrani 1:1-4)