Ringkasan Khotbah - Reformasi Dalam Keluarga
REFORMASI DALAM KELUARGA
Kolose
3
“Menikah itu gampang” tapi “membangun pernikahan itu
sulit.” Dikatakan “gampang” karena hanya dengan memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan maka pernikahan bisa dilangsungkan. Tapi, “membangun pernikahan itu
sulit” karena merupakan perjuangan seumur hidup. Ada banyak masalah dan
pergumulan yang dihadapi dalam pernikahan, dan ada kalanya sulit untuk bisa
diselesaikan. Pada saat itulah “perjuangan” itu diperlukan sehingga pernikahan
dan keluarga tetap dapat bertahan.
Tidak Ada Keluarga yang
Ideal
Apakah
ada keluarga yang ideal? Mengapa keluarga harus direformasi – seperti tema kita
pada bulan ini? Tidak ada keluarga yang ideal, karena keluarga terdiri dari
orang-orang yang berdosa. Dosa telah merusak seluruh aspek manusia. Ketika kita
pecaya pada Yesus, kita sudah dibaharui. Akan tetapi, natur manusia lama kita
masih terus menggoda kita dan berusaha untuk menjatuhkan kita. Karena itu, keluarga
harus mengalami reformasi – pembaharuan – dari waktu ke waktu.
Konteks: Manusia Baru
Topik
tentang keluarga dalam pasal 3 ini, dibahas dalam ayat 18-21, dengan konteks
“manusia baru.’ Salah satu hasil yang diperoleh dari “manusia yang sudah
dibaharui” adalah kehidupan keluarga yang dibaharui.
Dalam
perikop ini, beberapa ciri manusia yang baru disebutkan, antara lain: (1) fokus
hidup yang baru, “memikirkan perkara yang di atas, yakni tentang Kristus”
(ay.1-2); (2) meninggalkan manusia yang lama, “matikanlah” dan “buanglah” (ay.
5-8); (3) mengenakan manusia yang baru, “kenakanlah” (ay. 12-14); (4) tujuan
hidup, “lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus” (ay. 17). Karena itu, ketika
berbicara tentang pernikahan dan keluarga, hal itu berawal dari kondisi manusia
baru. Pernikahan bukan sekedar kesepakatan pria dan wanita untuk menikah, tapi
juga melaksanakan kehendak Allah melalui pernikahan/keluarga yang dibangun. Hal
itu hanya dimungkinkan bila semuanya “dibaharui dalam Yesus Kristus.”
Apa yang Harus Dilakukan?
1.
Perhatikan
dirimu, yakni tentang hubungan diri kita pribadi dengan Tuhan.
Alkitab
berulang kali berpesan: “perhatikanlah dirimu. Awasilah dirimu.” Hal ini
mengingatkan kita bahwa hubungan pribadi kita dengan Allah merupakan dasar yang
sangat penting dalam menjaga seluruh perkataan dan perbuatan kita. Kegagalan
dan kejatuhan kita acapkali disebabkan oleh hubungan kita dengan Tuhan yang
tidak baik.
2.
Perhatikanlah
pernikahanmu, yakni tentang relasi kita pasangan kita.
Dalam
pernikahan, konflik demi konflik terjadi. Konflik bisa menjadi cara untuk
membentuk diri kita, tapi, bisa juga menjadi
pemicu untuk konflik yang lebih besar. Dalam hal inilah, sepasang
suami-istri belajar untuk mempraktekkan relasi mereka dengan Tuhan dalam relasi
mereka dengan pasangan mereka. Jika berhasil, maka konflik menjadi sarana yang
Tuhan pakai untuk menumbuhkan diri kita.
Selain
itu, relasi dengan pasangan kita akan sangat menentukan suasana keluarga kita.
Relasi suami-istri yang hangat dan penuh kasih, akan membangun suasana yang
hangat dan penuh kasih pula. Namun, bila relasi suami-istri diwarnai dengan
konflik, maka suasana yang terbangun adalah suasana yang penuh dengan
ketegangan dan kekuatiran.
3.
Perhatikanlah
keluargamu, yakni tentang relasi kita dengan seluruh anggota keluarga kita.
Sikap dan perilaku orang tua kepada anak,
akan membentuk karakter dan prilaku anak. Karena itu, setiap orang tua perlu
menjadi teladan yang baik. Dengan demikian, anak-anak kita akan memiliki hidup
yang benar, dan kelak mereka akan membangun keluarga yang benar pula.
Komentar
Posting Komentar