Khotbah: Hidup Yang Memuliakan Allah
Efesus 2:1-10
Prinsip “hidup memuliakan Allah” ini
telah Allah tetapkan sejak Allah menciptakan manusia. Perhatikan ayat 10,
“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan
pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Pernyataan “untuk”
menyatakan tujuan, yakni tujuan kita diciptakan dan diselamatkan. Pernyataan
“Ia mau supaya kita hidup di dalamnya” merupakan kehendak dan rencana Allah,
yakni Ia menghendaki agar kita melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan-Nya.
Di dalam Kitab Kejadian 1-2, kita
melihat hal itu: (1) Allah menciptakan manusia seturut dengan gambar dan
rupa-Nya; (2) Allah menjadikan manusia sebagai wakil-Nya untuk mengelola taman
Eden. Dua hal ini menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan istimewa untuk
mengerjakan hal-hal yang istimewa.
Akan tetapi, Alkitab mencatat bahwa
manusia jatuh ke dalam dosa. Sebagai ciptaan yang paling istimewa, justru
manusia melakukan tindakan yang menyakiti hati Allah. Manusia memilih hidup
seturut dengan kemauan dan kehendaknya sendiri. Manusia hidup untuk memuaskan
keinginan dan nafsunya. Dengan kata lain, dosa telah membuat manusia tidak
hidup untuk memuliakan Allah, tapi hidup untuk menyenangkan dirinya sendiri.
Dalam Efesus 2:1, Paulus menyebutkan
bahwa manusia itu “mati” (secara rohani). Setidaknya ada 2 yang menjadi ciri
dari mati, yakni: (1) membusuk, artinya dosa menyebabkan manusia semakin
giat melakuan dosa, dengan jumlah yang
lebih banyak dan bobot yang lebih besar; (2) tidak berdaya, artinya manusia
tidak berdaya untuk menolak ajakan dosa. Manusia akan cenderung untuk menuruti
keinginan dosa. Berdasarkan dua keadaan ini, maka manusia tidak mampu untuk
keluar dari belenggu dosa, sebaliknya manusia justru menuruti keinginan dosa.
Akibatnya, manusia semakin menjauh dari Allah dan tidak memuliakan Allah. Dengan
kekuatannya sendiri, maka manusia tidak akan dapat menyelamatkan dirinya
sendiri.
Bagaimana manusia yang “mati” dapat
“hidup” dengan kekuatannya sendiri? Tentu tidak bisa. Jika demikian, bagaimana
manusia bisa diselamatkan? Syukur kepada
Allah yang berbelas kasihan kepada kita, sehingga kita diselamatkan-Nya.
Perhatikan ayat 4-6, “Tetapi Allah yang
kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya
kepada kita, telah menghidupkan kita
bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh
kesalahan-kesalahan kita — oleh kasih karunia kamu
diselamatkan — dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga....” Ayat-ayat
ini menegaskan tentang anugerah Allah yang begitu besar kepada manusia yang
berdosa, sehingga kita yang tadinya “mati” sekarang “dihidupkan, dibangkitkan
dan diberikan tempat di surga.” Puji syukur kepada Allah yang telah menyatakan
anugerah-Nya melalui pengorbanan Yesus.
Setelah diselamatkan, apa yang harus
kita lakukan? Perhatikan lagi Efesus 2:10, “Karena kita ini buatan Allah,
diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya
kita hidup di dalamnya.” Ada pekerjaan yang harus kita kerjakan, yaitu untuk
mengerjakan pekerjaan baik yang telah Allah tetapkan sebelumnya. (bnd. Mazmur
19:1, “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan
pekerjaan tangan-Nya”)
“Pekerjaan baik” apakah yang yang
harus kita kerjakan? Perhatikan beberapa prinsip firman Tuhan berikut ini: 1 Korintus
10:31, “Jika engkau makan atau jika
engkau minum, atau jika engkau
melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah
semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” Kolose 3:17, “Dan segala sesuatu yang
kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap
syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” Kolose 3:23, “Apapun juga yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti
untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Dengan kata lain, segala sesuatu yang
kita katakan dan lakukan, hendaklah dilakukan untuk Tuhan dan bagi kemuliaan
Tuhan, dari hal-hal yang sepele sampai pada hal-hal yang besar.
Hidup memuliakan Tuhan tidaklah
selalu mudah. Ada kalanya sulit, terutama ketika kita menghadapi masa-masa yang
sukar. Di dalam Alkitab, ada satu tokoh yang memuliakan Allah ketika menghadapi
masa-masa yang sangat sukar, yakni Ayub (lihat Ayub 1-2). Ketika hal itu
terjadi, Ayub merespons dengan sikap yang indah, “Dengan telanjang aku keluar
dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN
yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21). Tuhan
pun menghendaki kita bisa tetap memuliakan-Nya dalam situasi yang seperti ini.
Ingatlah selalu bahwa Allah akan terus beserta dengan kita dan menolong kita.
Jika kita bisa tetap memuliakan Allah dalam situasi yang sulit, maka hal itu
pun akan menjadi kesaksian yang indah bagi banyak orang, dan bisa meneguhkan
iman orang lain. Kiranya Tuhan menolong kita untuk terus memuliakan-Nya di
segala aspek kehidupan kita dan di sepanjang kehidupan kita. Amin.
Komentar
Posting Komentar