Khotbah: Tanggung Jawab Orangtua Dalam Mendidik Anak

Efesus 5:18; 6:4.
5:18  Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,

6:4  Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.


Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda tentang keluarga mereka masing-masing. Ada yang mengalami masa-masa yang indah dan menyenangkan. Tapi, ada juga yang mengalami masa-masa yang tidak enak. Bahkan, ada juga yang mengalami kepahitan sedemikian rupa oleh karena keluarga mereka sendiri.
Sesungguhnya, ini merupakan keadaan yang sangat menyedihkan. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang penuh kehangatan dan kasih sayang, justru berubah menjadi tempat yang tidak diingini. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat untuk bertumbuh dengan sehat, justru berubah menjadi tempat yang membawa luka dan kehancuran. Ironisnya, penyebab semuanya ini adalah anggota keluarga itu sendiri.
Melalui surat Efesus di atas, rasul Paulus memberikan pengajaran nasehat kepada para ayah, agar mereka tidak membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak mereka. Sebaliknya, mereka dihimbau untuk mendidik anak-anak mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan. Dalam kebudayaan Romawi, seorang ayah memiliki otoritas tertinggi di dalam keluarga sehingga seorang ayah berhak untuk memperlakukan anak-anaknya sesuka hatinya. Rasul Paulus, dengan menggunakan firman Tuhan, menentang konsep dan kebiasaan tersebut. Setiap orang Kristen harus kembali kepada rancangan Allah tentang keluarga. Karena itu, ayat ini bertolak belakang dengan kebudayaan waktu itu.
Dalam Efesus 6:4 tersebut, menggunakan kata “bapa-bapa.” Apakah hanya para ayah yang membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak? Fakta membuktikan bahwa ibu-ibu juga bisa membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak. Karena itu, ada beberapa terjemahan menggunakan kata “orangtua” untuk menerjemahkan kata “bapa-bapa.”
Jika demikian, bagaimana seharusnya orang Kristen bersikap dalam membangun sebuah keluarga? Apa yang harus kita lakukan, selaku umat Allah?

1.        Hidup yang dipenuhi oleh Roh Kudus (Ef. 5:18)
Ayat ini menjadi ayat yang mendasari relasi antar manusia, misalnya suami-istri (Ef. 5:22-33); anak-anak dengan orangtua (Ef. 6:1-3); orangtua dengan anak-anak (Ef. 6:4); majikan dan karyawan (Ef. 6:5-9). Itu berarti, setiap orang Kristen haruslah dikendalikan oleh Roh Kudus. Dengan kata lain, kita tidak boleh hidup menurut apa yang kita mau, tapi menurut apa yang Allah mau.
Rasul Paulus mengontraskan “hidup yang dipenuhi Roh Kudus” dengan “hidup yang dikuasai oleh kemabukan.” Orang yang mabuk adalah orang yang tidak bisa berpikir panjang. Hati nuraninya tidak berfungsi. Ia tidak dapat menguasai dirinya. Hidupnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Paulus mengingatkan agar jangan ada orang yang dikuasai oleh kemabukan. Jika ada, maka hal itu akan menganggu jalannya keluarga.
Sebaliknya, rasul Paulus menghimbau agar setiap kita dikendalikan oleh Roh Kudus. Orang yang dikendalikan oleh Roh Kudus akan semakin peka dengan suara Tuhan. Ia akan semakin hormat dan takut akan Tuhan. Ia tidak akan sembarangan menggunakan tubuhnya, tangannya, hidupnya, dan segala sesuatu yang ada pada dirinya. Ia semakin tunduk pada pimpinan dan pengaturan Allah. Ia akan berjalan dalam kekudusan dan membangun keluarganya dalam kekudusan. Dengan kata lain, jika seorang suami/ayah hidupnya dipenuhi oleh Roh Kudus, maka ia akan membawa keluarganya pada kekudusan. Ia akan menjadi imam yang berdoa dan membawa firman Tuhan ke tengah-tengah keluarganya. Jika seorang istri/ibu hidupnya dipenuhi oleh Roh Kudus, maka ia akan melayani keluarganya dengan setia. Ia akan menjalankan panggilannya dengan setia. Jika seorang anak hidupnya dipenuhil oleh Roh Kudus, maka ia akan menghormati orangtuanya. Melayani orangtuanya. Mengasihi orangtuanya.

2.       Mendidik dalam nasehat dan ajaran Tuhan.
Kata “didiklah” dapat diartikan “mengasuh” atau “memberi makan.” Dengan kata lain, kita melihat bahwa tugas para orangtua adalah memberikan makanan atau nutrisi yang baik bagi pertumbuhan anak dan mengasuhnya. Selain itu, kata ini merupakan kata perintah, yakni Allah memerintahkan agar para orangtua berusaha, berjuang dan mengupayakan pembinaan kepada anak-anak mereka secara terus menerus. Anak-anak tidak secara otomatis menjadi anak-anak yang mengasihi dan melayani Tuhan. Ada banyak godaan dan tantangan yang berusaha untuk menghancurkan hidup mereka. Karena itu, sebagai orangtua, Allah mau agar kita memperhatikan hal ini: terus-menerus memberi nutrisi yang baik bagi pertumbuhan kerohanian anak-anak kita.
Makanan yang baik bagi anak-anak kita adalah “nasehat dan ajaran Tuhan.” Hal ini mengingatkan kita bahwa ada juga “nasehat dan ajaran” yang bukan berasal dari Tuhan. Jika tidak berasal dari Tuhan, maka itu adalah makanan yang tidak baik.
Salah satu makanan yang baik adalah mengajarkan kepada anak untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan. Ini merupakan perintah yang terutama dan yang pertama dari Allah. Hendaklah kita mengajarkannya secara berulang-ulang kepada anak-anak kita.


Mungkin kita pernah melakukan kegagalan. Janganlah kita larut dalam kegagalan kita. Tapi, bangkitlah. Pandanglah pada Yesus. Ia bersedia untuk memulihkan diri kita dan keluarga kita. Doakan terus seluruh keluarga kita agar Tuhan menjamah hati mereka. Percayalah, bahwa ada Allah yang selalu ada Allah yang akan membentuk dan memulihkan keluarga kita. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khotbah - Zakheus - Hidup yang diubahkan Kristus

Ringkasan Khotbah: AJARKAN MEREKA MENGASIHI ALLAH (Keluarga)

Ringkasan Khotbah - Yesus Lebih Tinggi dari Segalanya (Ibrani 1:1-4)