Khotbah: Ketika Ketakutan Membayang
Keluaran
14:1-14
Saya
yakin, kita semua pernah mengalami ketakutan. Tentu saja, setiap orang memiliki
sebab yang berbeda, satu dengan yang lain.
Saya
teringat dengan pengalaman di waktu masih kecil, saya pernah dikejar oleh
anjing. Waktu itu, saya sedang bermain dengan teman-teman saya – main
kejar-kejaran. Nah, di depan saya, ada seekor anjing, yang ukurannya cukup
besar. Waktu itu segera saya membayangkan bahwa kalau saya lari ke depan, saya pasti
akan dikejar anjing. Tapi, kalau saya balik arah, saya ditangkap teman saya.
Setelah
berjalan agak pelan-pelan dan ada rasa takut, saya mencoba untuk melewati
anjing itu. Waktu dekat dengan anjing itu, ternyata teman saya mengejar saya.
Saya pun segera lari.
Eh,
tak tahunya, anjing itu pun mengejar saya. Saya lari makin kencang dan mulai
bingung. Yang terbayang di pikiran saya:
bagaimana kalau saya dikejar anjing? Bagaimana kalau digigit anjing?
Tiba-tiba,
saya putuskan untuk masuk ke rumah orang. Waktu saya mau masuk ke rumah
orang...eh saya malah dimarahin sama yang punya rumah... Saya sangat gugup –
tidak bisa ngomong.
“A...a...a...anjing...!!!!”
kata saya dengan gugup.
Rasa
takut menguasai saya sehingga saya tidak bisa berpikir dengan baik. Saya
mengambil langkah yang tidak pernah saya duga sebelumnya.
Mungkin
ketika Saudara menghadapi rasa takut, kita pun sulit untuk berpikir dengan
logis. Bahkan kita bisa mengambil langkah-langkah yang tidak sesuai dengan
firman Tuhan.
Mengapa seseorang bisa merasa takut?
Seseorang
bisa merasa takut karena ia merasa sedang berhadapan dengan sesuatu atau
seseorang yang jauh lebih kuat daripada dirinya sendiri; yang jauh lebih besar
daripada dirinya. Sebaliknya, ia merasa dirinya lemah, kecil dan tidak berdaya.
Ia bukan hanya besar, tapi juga melakukan tekanan, ancaman dan serangan
terhadap diri kita. [waktu saya dikejar
anjing itu, saya melihat bahwa anjing itu besar. Kalau anjingnya kecil, tentu
saja saya berani.]
Itu
sebabnya, ketika seseorang divonis oleh dokter bahwa ia mengalami sakit kanker,
maka ia melihat bahwa kanker itu adalah sesuatu yang begitu besar, kuat dan
mengancam dirinya. Tapi, kalau kita mengalami sakit gigi, kita masih tenang dan
berani menghadapinya. Mengapa? Karena kita menganggapnya bukanlah sesuatu yang
besar dan mengancam diri kita.
Apakah akibatnya bila kita takut?
Bila
kita dikuasai oleh ketakutan, maka kita sudah merasa kalah terlebih dulu
sebelum bertanding. Energi kita sudah habis terlebih dahulu. Kaki kita lunglai
duluan. Tubuh terasa lemah. Semangat kita hancur duluan. Artinya, sebelum kita
berbuat apa-apa, kita sudah terkapar lemas tidak berdaya.
Bukan
hanya itu. Bisa saja kita menjadi stres. Kalap. Depresi. Kita bisa kehilangan
akal sehat. Kita bisa mengambil langkah2 yang tidak terduga. Kita bisa menjadi
orang yang lupa dengan Tuhan.
Bagaimana dengan Israel?
Itulah
yang terjadi dengan bangsa Israel. Mereka sekarang sedang berada di padang
gurun. Di depan mereka, ada laut teberau, yang tidak mungkin diseberangi dengan
berenang. Di belakang mereka, ada pasukan Mesir yang siap untuk membunuh
mereka.
·
Mereka
tidak mungkin bisa berenang – dengan jumlah 2 juta jiwa.
· Mereka
tidak mungkin berperang – karena mereka tidak terbiasa berperang. Mereka selama
ini menjadi budak. Tidak bisa berperang.
·
Mau
berlari ke kiri dan ke kanan – padang gurun. Tidak mungkin bisa berlari.
Karena
itu, mereka sangat ketakutan. Yang ada di dalam pikiran mereka adalah kematian
yang mengerikan ada di depan mata mereka. Mereka merasa bahwa mereka tidak
memiliki kekuatan apa-apa. Sebaliknya, maut dan kengerian sudah ada di depan
mata mereka. Mesir mendatangi mereka dengan kekuatan yang sangat hebat.
Bukankah
kita pun bisa merasakan hal yang serupa? Ketika kita merasa tidak memiliki
kekuatan apa-apa lagi, maka kita pun tidak berani untuk melangkah maju. Malah,
kemungkinan kita akan mundur. Tapi, kalau kita memiliki kekuatan, maka kita
pasti akan terus maju.
Tatkala
kita memiliki kekuatan, yang perlu kita perhatikan, kekuatan seperti apakah
yang kita miliki? Tanpa sadar, kita mengandalkan kekuatan-kekuatan yang
bersifat duniawi. Saya ambil contoh: Waktu kita memiliki uang 100 juta, maka
kita beranggapan bahwa kita memiliki kekuatan 100 juta. Waktu kita memiliki
uang 50 juta, maka kita beranggapan bahwa kita memiliki kekuatan 50 juta. Tapi,
waktu kita tidak punya uang, maka kita beranggapan bahwa kita tidak memiliki
kekuatan apa-apa. Kita mendasarkan kekuatan kita pada sesuatu yang tidak kuat.
Ketika
bangsa Israel ada di tepi laut, dan mereka tidak memiliki kekuatan apa-apa,
mereka pun melupakan Tuhan. Itu sebabnya Israel mengeluh dan mengomel kepada
Allah – lihat ayat 11-12, “Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka
engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini
terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami
katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja
pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir
dari pada mati di padang gurun ini.” Mereka marah kepada Tuhan dan protes
terhadap kebijakan Tuhan. Mereka lupa dengan karya dan janji Tuhan.
Perhatikan
Keluaran 13:21-22, “TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang
awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk
menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak
beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam
di depan bangsa itu.” Tuhan menjanjikan kehadiran dan penyertaan-Nya dalam
tiang awan dan tiang api yang visible
– yang bisa mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri. Bahkan, sebelum
keluar dari Mesir, mereka sudah melihat kedahsyatan dan kemahakuasaan Allah
melalui 10 tulah yang dikirimkan Tuhan kepada bangsa Israel. Dalam ketakutan,
kecemasan, kekuatiran dan berbagai masalah yang kita hadapi, kita seringkali
protes dengan maksud dan rencana Tuhan.
Menghadapi
ketakutan yang dialami oleh bangsanya, apa yang dilakukan oleh Musa? Perhatikan
ayat 13-14.
1.
Musa mengajak Israel, dan juga kita,
untuk mengingat Allah.
Musa
mengingatkan Israel bahwa mereka tidak sendirian di sana. Di situ ada Allah
yang menyertai mereka. Tatkala kita sedang berada dalam pergumulan, kita
seringkali merasa sendirian. Tidak ada orang yang menemani dan mengerti tentang
diri kita. [Anak kecil – takut. Tapi ketika ia ada di dalam pelukan ortunya, ia
bisa menjadi tenang. Kenapa? Karena ia tahu bahwa ia tidak sendirian]. Ingatlah:
kita tidak sendirian melewati masa-masa yang sukar ini. Lihat Mazmur 23:4 “Sekalipun
aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau
besertaku.”
2.
Tuhan yang akan berkarya di
tengah-tengah mereka, dan juga kita.
Perhatikan
ayat 14: Tuhan akan berperang untuk kamu dan kamu akan diam saja. Artinya,
Tuhan yang menyatakan karya dan kuasa-Nya di tengah-tengah ketakutan mereka. Mungkin
Saudara sedang bergumul dan mengalami ketakutan: ada biaya berobat yang harus
dibayar, pada saat yang sama, ada hutang yang harus segera dilunasi. Mau minta
tolong ke orang-orang di sekitar, tidak ada yang bisa membantu. Ingatlah
Komentar
Posting Komentar